Sabtu, 17 April 2010

UKHUWAH YANG SUDAH RAPUH

Adalah hampir dipastikan bahwa kita sepakat untuk mengatakan bahwa ukhuwah itu penting,, persatuan itu wajib, dan merupakan kebutuhan.
Di sisi lain, diduga bahwa kita sepaham untuk menyatakan bahwa simpul-simpul persatuan dan tali-tali ukhuwah -khususnya dikalangan kaum muslimin- telah mulai rapuh dan terputus-putus. Kita bagaikan sedang menyaksikan bangunan kokoh persatuan sudah tinggal puing-puing yang berserakan. Kita lebih sering mengatakan persatuan dan ukhuwah dengan kata-kata ketimbang menyatakannya dengan sikap. Kita lebih senang menyoroti sikap orang lain yang kurang bersahabat ketimbang membenahi bathin kita dengan persahabatan. Masing-masing kita lebih senang menuding ketimbang membenahi diri untuk keluar dari tudingan kita sendiri.
Saya merasa bahwa penyebab dari semua ini adalah bahwsannya kita sedikit demi sedikit telah meninggalkan konsep Ilahi. Waktu demi waktu kita terus berjalan melangkah dengan tidak berpedoman kepada aturan dari Dzat Yang Maha Tahu. Kebanyakan hal itu dilakukan oleh kita secara tidak sadar, karena kebutuahan untuk melangkah bagi kita semakin kuat, sementara sinar bimbingan Ilahi semakin hari semakin remang-remang, semakin redup dan samar-samar kita lihat. Akhirnya yang dijadikan pertimbangan bagi langkah kita adalah pikiran kita sendiri yang padahal kebanyakannya didasarkan kepada perasaan kita yang timbul dari interes pribadi dan betul-betul dipermainkan oleh ambisi duniawi. Sulit bagi kita betul-betul berpikiran jernih tanpa mengikutsertakan perasaan kita didalammnya.
Hal itu dikarenakan kelemahan kita sebagai manusia, lebih banyak yang tidak kita ketahui dari pada yang kita ketahui. Dan yang paling sulit kita ketahui adalah diri kita sendiri. Celakanya, kita pun tak tahu bahwa kita tidak tahu, sehingga kita merasa kuat dan tahu.
Dalam keadaan seperti ini, kita mesti bertanya kepada Dzat Yang Maha Tahu, Sang Pencipta manusia. Maka dengan kasih sayang-Nya, Dia memberikan penjelasan kepada kita tentang keberadaan jenis mahkluknya yang disebut manusia itu.
Dia berfirman :
وخُلِقَ الإِنْسَانُ ضَعِيْفًا (االنساء : 27)
Artinya : Dan manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah .
إنّ الإنسانَ خُلِقَ هَلوعًا، اذا مسَّه الشرُّ جَزُوعًا، واذا مسَّه الخيرُ مَنوعًا ( المعارج: 19)
Artinya : Sesungguhnya manusia itu diciptakan dalam keadaan cengeng. Jika ditimpa kesusahan, ia keluh kesah. Dan jika mendapat kebaikan, dia kikir.
ولكنَّ أَكثرَ الناسِ لايعلمون، يعلمون ظاهرًا مِن الحياة الدنيا (الروم : 7)
Artinya : Tetapi kebanyakan manusia tidaklah mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang tampak saja dari kehidupan dunia ini.
وما أُوتيتُم مِن العلم إلاّ قليلاً (الإسراء : 85)
Artinya : Tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit
عسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم ، وعسى أن تحبُّوا شيئا وهو شرٌّ لكم. والله يعلم وأنتم لا تعلمون ( البقرة : 216)
Artinya : Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia baik bagimu, dan beleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia buruk bagimu ; Allah Maha Tahu, sedangkan kamu tidak tahu.
Inilah penjelasan dari Sang Pencipta manusia mengenai keberadaan jati diri manusia.
Suatu waktu kita dikuasai oleh keinginan, diwaktu lain keinginan tersebut menentukan vonis bagi kita, sedangkan disisi lain kita merasa kuat dengan kelemahan kita sendiri. Tetapi setiap saat kita selalu dikuntit oleh ketidak tahuan terhadap diri kita sendiri, bahkan ketidak tahuan terhadap kebodohan kita sendiri.
Oleh karena itu, maka didalam melimpahkan wewenang kekhilafahan-Nya kepada manusia, Allah tidak membiarkan manusia mengatur kekhalifahan-Nya tersebut berdasarkan keinginan kelemahan, dan kebodohan yang dimiliki oleh manusia. Melainkan membimbingnya melalui aturan-aturan yang diturunkan-Nya sendiri, yang tidak terkontaminasi oleh keinginan-keinginan, kelemahan-kelemahan dan kebodohan-kebodohan. Allah berfirman :
أيحسب الانسان أن يُترك سُدًى (القيامة : 36)
Artinya : Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja tanpa bimbingan ?
ولواتَّبع الحقُّ أَهواءهم لفسدتْ السمواتُ والارضُ ومَن فيهِنَّ. (المؤمنون : 71)
Artinya : Seandainya kebenaran mengikuti keinginan mereka, niscaya langit bumi dan seisinya akan berantakan
إِن بتَّبعون الاَّ الظنَّ وما تـهوَى الأَنفسُ، ولقد جاء من ربـِّهم الهُدى  النجم : 23 
Artinya “Mereka hanyalah mengikuti dugaan dan keinginan nafsu semata. Padahal telah datang bimbingan dari Tuhan mereka”.